Klaim sempat membabi buta saat menembakkan gas air mata.
Penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian menyalahi aturan FIFA. Aksi yang mengakibatkan 130 orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Malang, juga mendapat perhatian serius dari Indonesia Police Watch (IPW).

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyebutkan bahwa penggunaan gas air mata oleh kepolisian menyalahi aturan FIFA. 

"Penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sesuai aturan FIFA dilarang. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa," kata Sugeng.

Sugeng pun mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencabut ijin penyelenggaraan sementara seluruh kompetisi BRI Liga 1. Dia menilai hal itu perlu dilakukan untuk mengevaluasi prosedur soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas). 

"Disamping, menganalisa sistem pengamanan yang dilaksanakan oleh pihak kepolisian dalam mengendalikan kericuhan di sepak bola," kata dia. 

Polisi dituding menembakkan gas air mata secara membabi buta

Menurut informasi yang mereka terima, Sugeng menyatakan bahwa aparat polisi sempat membabi buta menembakkan gas air mata ke arah penonton saat itu. Hal itu menimbulkan penonton yang berjumlah sekitar 40 ribu orang panik. 

"Akibatnya, banyak penonton yang sulit bernapas dan pingsan. Sehingga, banyak jatuh korban yang terinjak-injak di sekitar Stadion Kanjuruhan Malang," kata dia.   



Kronologi kerusuhan

Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta menyatakan bahwa tragedi Kanjuruhan itu bermula ketika sekitar tiga ribu suporter turun ke lapangan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. Mereka tidak puas dengan kekalahan tim kesayangannya dengan skor 2-3 di kandang sendiri.  

"Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," kata Nico. 

Para suporter Arema FC itu disebut berupaya mencari pemain dan ofisial. Melihat kondisi itu, menurut Nico, petugas keamanan berupaya melakukan pencegahan agar para suporter tidak mengejar pemain dan ofisial.