Ini adalah era emas Villarreal yang baru bisa disamai pada 2020/2021.
Musim lalu, Villarreal membuat kejutan dengan menjuarai Liga Europa dengan kemenangan atas Manchester United. Pada awal musim, Kapal Selam Kuning nyaris menjuarai Piala Super Eropa. Tapi, pada awal 2000-an, mereka juga sempat membuat headline di seluruh dunia.

Berbasis di Provinsi Castellon di utara Valencia, dengan populasi 50.000, Villarreal adalah anak bawang di La Liga. Itu karena merekapromosi pada 1998 dan sempat terdegradasi kembali satu musim setelahnya. 

Namun, setelah dari itu, Villarreal memantapkan status sebagai klub papan atas reguler, meski ukurannya relatif kecil dibandingkan dengan klub lain seperti Sevilla dan rival lokal, Valencia, yang memiliki stadion, sumber daya, dan reputasi yang jauh lebih besar.

Ketika Manuel Pellegrini menjadi pelatih pada 2004/2005, Villarreal sebelumnya tidak pernah finish di posisi yang lebih tinggi dari tujuh. Tapi, pelatih legendaris asal Chile itu langsung membawa perubahan yang signifikan di musim pertamanya, dengan finis diurutan ketiga. Itu artinya, lolos ke Liga Champions perdana dalam sejarah.

Muncul pertama kali di  Kualifikasi III, Kapal Selam Kuning secara mengejutkan mengalahkan Everton, setelah Pierluigi Collina menganulir gol Duncan Ferguson di menit akhir pertandingan. Itu membuat pertandingan otomatis berlanjut ke perpanjangan waktu.

Setelah lolos dari grup yang berisi Manchester United, Benfica, dan Lille, pasukan Pellegrini kemudian mengalahkan Glasgow Rangers di babak 16 besar sebelum akhirnya menghadapi Inter Milan di perempat final.

Pemain Uruguay, Diego Forlan, mencetak gol pada menit pertama di Stadio Giuseppe Meazza (leg pertama). Tapi, gol-gol krusial dari Obafemi Martins dan Adriano membuat Inter menuju ke Estadio El Madrigal (leg kedua) dengan keunggulan agregat 2-1.

Tapi, sepakbola memang bukan matematika. Villarreal justru membuat hasil mengejutkan di leg kedua. Mereka menang 1-0 untuk maju ke semifinal dengan keuntungan agresivitas gol tandang dalam agregat 2-2. Itu hasil yang luar biasa, mengingat mereka merupakan sebuah klub dari kota kecil, yang 10 tahun sebelumnya tidak pernah bermain di papan atas.

Dengan tiket final tinggal selangkah, Villarreal dihadapkan pada tim hebat asuhan Arsene Wenger, Arsenal. Kedua tim sama-sama bertujuan mencapai final pertama dalam sejarah.

Dalam laga tersebut, Villareal mendominasi permainan dan menciptakan peluang demi peluang, termasuk peluang gemilang Forlan. Sayang, dewi fortuna mencegah mereka menyarangkan gol ke jala Jens Lehmann. 

Drama kemudian berlanjut hingga menit terakhir waktu normal. Saat itu. Gael Clichy menjatuhkan Jose Mari di dalam kotak penalti. Kemudian, Juan Roman Riquelme memiliki peluang untuk menyamakan kedudukan dari titik putih. Legenda Argentina yang lincah itu menempatkan bol ke kanan gawang. Tapi, Lehmann menebak dengan benar dan menepisnya. 

Arsenal memang  mencapai final sebelum dikalahkan Barcelona di Paris. Tapi, Villarreal meraih hati banyak pencinta sepakbola di seluruh dunia. Sebuah tim yang relatif tidak dikenal telah berhadapan dengan beberapa klub terbesar di Eropa.

Kalah di semifinal Liga Champions dengan cara seperti itu merupakan pukulan telak bagi klub saat menuju musim baru. Juan Pablo Sorin dan Riquelme meninggalkan klub. Gantinya, Robert Pires, Matias Fernandez, dan Cani. Hasilnya, Villarreal meningkat dari posisi tujuh ke urutan lima.



Performa Villarreal terus berlanjut. Musim 2007/2008 adalah salah satu yang terbesar. Terlepas dari kepergian Forlan ke Atletico Madrid, keberadaan Giuseppe Rossi, Santi Cazorla, dan Diego Lopez memungkinkan Pellegrini membangun tim yang mampu memainkan sepakbola menyerang berkualitas tinggi.

Didominasi menggunakan formasi 4-4-2, Villarreal mencapai hasil yang sangat baik sepanjang musim, termasuk melakukan double atas Barcelona dan Valencia.

Kekalahan 0-5 dari Real Madrid di awal kampanye dengan cepat dilupakan karena tim tetap cukup konsisten sepanjang musim. Enam kemenangan berturut-turut dalam run-in berarti bahwa Pellegrini mengamankan posisi tertinggi kedua klub dengan 77 poin. Itu rekor yang masih bertahan hingga hari ini.

Rossi dan Nihat Kahveci mencetak 29 gol liga . Sementara Bruno Soriano, Marcos Senna, Cazorla, dan Pires memberikan kreativitas. Di pertahanan, Diego Godin dan Joan Capdevila menjaga situasi tetap ketat. Mereka hanya kebobolan 40 gol di liga, hanya kalah dari Madrid.

Sayang, setelah era itu, Villarreal tenggelam. Mereka baru bangkit beberapa musim terakhir. Meski 2000-an mereka tidak memiliki piala, itu tetap menjadi bagian penting dari sejarah Villarreal, hingga hari ini.