Mengapa orang seperti Mino Raiola atau Jorge Mendes memiliki dampak yang sangat negatif pada permainan sepakbola. Ini penjelasannya.
Tidak jauh dari kota sepakbola Napoli di Italia selatan pada tahun 1967, sosok yang kelak menjadi monster di dunia olahraga lahir.

Hanya satu tahun kemudian, Mino Raiola muda pindah ke Belanda bersama ibu dan ayahnya yang memilih untuk membuka bisnis restoran di kota Haarlem.

Ambisi bisnis Mino segera terlihat, dengan mampu memainkan peran kunci dalam keberhasilan restoran.

Setelah gagal tampil mengesankan di lapangan kala bermain bersama HFC Haarlem, Raiola akhirnya mengambil posisi sebagai direktur olahraga klub ketika ia masih remaja, namun segera pindah untuk membantu dalam perpindahan transfer pemain Belanda ke klub Italia di bawah perusahaan bernama Sports Promotion.

Beberapa pemain terlibat dalam perpindahan itu, dengan striker legendaris Dennis Bergkamp dari Ajax ke Inter Milan tidak diragukan lagi berada di puncak daftar.

Namun, seperti kebanyakan calon wirausahawan lain, Raiola memutuskan sudah waktunya untuk berdiri sendiri dan ia memulai dengan transfer Pavel Nedved, gelandang kreatif yang bermain untuk Sparta Prague yang juga baru saja mengantarkan Republik Ceko ke final Euro 1996 untuk bergabung ke Lazio.

Raiola sejak saat itu membangun reputasi besarnya di industri sepakbola, dengan lebih dari 50 pemain berada di bawah naungannya yang selalu menghasilkan banyak uang untuknya.

Bergkamp dan Nedved kini telah digantikan oleh Haaland dan Pogba dengan Raiola telah mengambil € 20 juta plus saat berhasil mengatur kembalinya Pogba ke Old Trafford.

Karakter yang cerdik mungkin hanya memberikan fakta bahwa dia dapat berbicara dalam tujuh bahasa berbeda untuk kesuksesannya yang ia peroleh saat ini.

Tidak mengherankan, pengusaha terkenal yang pandai bicara manis ini telah menjadi berita utama lebih dari satu kali setelah terlibat dalam beberapa dengar pendapat disipliner yang diprakarsai oleh Federasi Sepak Bola Italia.

Sosoknya cukup kontroversial, bahkan sempat bersitegang dengan Paul Scholes yang mengkritik Paul Pogba dengan Raiola berseru bahwa Scholes tidak akan mengakui seorang pemimpin bahkan jika dia berada di depan Sir Winston Churchill.

Tidak heran jika Sir Alex Ferguson tidak mempercayai sosok Raiola sehingga pelatih asal Skotlandia itu pada akhirnya enggan menjalin hubungan bisnis dengannya.

Reputasi Raiola di dalam dan di luar permainan telah tumbuh lebih pesat dalam beberapa tahun terakhir dengan kecerdikannya mendorong menuju posisi lima besar dalam daftar agen olahraga terkaya versi Forbes, di samping taipan bisbol Scott Boras, Jeff Schwartz, dan sesama fanatik sepak bola Jonathon Barnett dan Jorge Mendes.

Mendes mungkin salah satu nama yang paling dikenal dalam olahraga sepakbola, berkat perannya dalam kepindahan musim panas Cristiano Ronaldo dari Real Madrid ke Juventus yang menelan biaya lebih dari 100 juta euro.

Namun Raiola tak kalah dari Mendes, kini ia telah berubah dari yang awalnya nomor 10 top agen dunia dan kini menjadi nomor 5.

Selama dua tahun, ia telah menegosiasikan lebih dari USD 703 juta dalam kontrak saat ini, dengan komisi mencapai USD 70,3 juta.

Pengaruh kuat Mendes dan Raiola bahkan dapat menurunkan starting XI yang hampir tidak terkalahkan di antara mereka, dengan Fabinho, Bernardo Silva, dan Angel Di Maria berbaris untuk Mendes, sedangkan nama-nama seperti Justin Kluivert, Matthijs de Ligt, dan Blaise Matuidi untuk Raiola.

Di dunia yang didominasi oleh uang, sepakbola tidak diragukan lagi dapat dikatakan sebagai pemimpin dalam daftar industri yang terus berkembang dan juga semakin meningkatkan kesenjangan.

Tidak adil jika hanya menyalahkan orang-orang seperti Raiola dan Mendes, tetapi kehadiran agen sepakbola tak dipungkiri merusak nilai-nilai luhur yang ada pada sepakbola karena agen telah menempatkan kebutuhan mereka sendiri di atas kebutuhan klien mereka.

Klien mereka tentu saja para pemain yang didorong untuk mencari lebih banyak uang dengan memeras setiap sen yang mereka dapatkan dari eksploitasi mereka baik di dalam maupun di luar lapangan.

Selain itu, proses ini memiliki dampak yang sangat negatif pada permainan, dengan ciri-ciri yang dulunya sangat penting seperti kesetiaan layaknya Francesco Totti di AS Roma menjadi hanya sekadar industri saja.