Spanyol dan Portugal sampai menjuarai Piala Dunia 2010 dan Euro 2016.
Sama halnya di turnamen lain, tim favorit begitu diunggulkan dapat menjadi juara pada hajatan Euro 2020. Seringnya tim dijagokan karena mereka memiliki komposisi pemain kelas dunia.

Namun, beberapa tim yang diunggulkan juara justru kerap memulai turnamen dengan hasil yang kurang bagus. Pada Euro kali ini contohnya, Prancis ditahan imbang oleh Hungaria, Portugal tampil terputus-putus dalam serangan, sementara Spanyol nyaris tak mampu mengonversi peluang menjadi gol. Sementara Inggris yang tak masuk kategori justru memberikan penampilan mengejutkan.

Sejarah menunjukkan bahwa tim yang menjadi juara memang berkembang selama turnamen, seperti yang ditunjukkan tujuh contoh dari beberapa tahun terakhir ini.

Portugal – Euro 2016

Portugal dianggap sebagai kuda hitam sebelum Euro 2016, apalagi mereka mencatat tiga hasil imbang yang mengecewakan melawan Islandia, Austria, dan Hungaria di babak penyisihan grup.

Lolos sebagai salah satu dari empat posisi ketiga terbaik, Portugal bermain dengan memainkan gaya sepakbola yang bertentangan dengan Trades Descriptions Act.

Kemenangan mereka atas Prancis di final diraih tanpa Cristiano Ronaldo, yang memberikan teriakan agresif dari pinggir lapangan saat Eder mencetak gol kemenangan di perpanjangan waktu.

Portugal mungkin tidak memainkan sepakbola yang bagus pada 2016, tetapi mereka memberikan bukti bahwa awal yang lambat pada turnamen besar tidak menentukan hasil akhir.

Spanyol – Piala Dunia 2010

Generasi emas Spanyol pada era 2008-2012 mungkin telah menyapu bersih beberapa kejuaraan bergengsi internasional. Tetapi, hobi mereka yang kerap menang dengan keunggulan 1-0 membuat mereka seperti berlayar tanpa angin.

Sebagai contoh di Piala Dunia 2010, Spanyol tiba di Afrika Selatan sebagai favorit bersama Brasil. Banyak orang terkejut ketika Swiss berhasil melumat juara Euro 2008 itu di pertandingan pembukaan.

Tapi, nyatanya Spanyol mampu bangkit. Kemenangan menegangkan atas Honduras dan Chili sudah cukup untuk memuncaki grup. La Furia Roja kemudian memenangkan turnamen untuk pertama kalinya.

Prancis – Piala Dunia 2006

Prancis tampil buruk dalam pertandingan pembuka mereka di Piala Dunia 2006. Sebuah tim yang berisi pemain berpengalaman seperti Zinedine Zidane, Claude Makelele, Patrick Vieira, dan Thierry Henry terhuyung-huyung untuk bermain imbang melawan Swiss dan Korea Selatan.

Menghadapi kemungkinan tersingkir dari fase grup yang memalukan, Prancis mengalahkan tim kecil Togo 2-0 dan memulai perjalanan ajaib ke final.

Terinspirasi oleh Zidane yang memainkan pertandingan terakhirnya sebelum pensiun, Les Bleus mengalahkan Spanyol, Brasil, dan Portugal dalam pertandingan berturut-turut untuk memberikan salah satu sejarah dalam turnamen.

Belanda – Euro 2004

Belanda menjalani Euro 2004 dengan skuad yang memadukan anak-anak muda seperti Arjen Robben dengan pendukung pemain berpengalaman seperti Jaap Stam dan Frank de Boer.

Tapi, mereka tidak memulainya dengan baik. Cukup beruntung karena bermain imbang 1-1 dengan Jerman, Belanda kemudian kalah dari Republik Ceko dalam pertandingan disebut sebagai laga internasional terbesar abad ke-21.

Tim Dick Advocaat berhasil menyatukan diri untuk mengalahkan Latvia secara tidak biasa dengan kemenangan adu penalti melawan Swedia di perempat final. Kekalahan dari tuan rumah Portugal cukup mengecewakan, tetapi Belanda bangkit sejak hasil itu.

Uruguay – Copa America 2011

Setelah mencapai semifinal Piala Dunia 2010, Uruguay membayangkan peluang mereka di Copa America tahun berikutnya.

Namun, hasil imbang melawan Peru dan Chile merupakan awal yang buruk bagi tim yang diperkuat Edinson Cavani, Diego Forlan, dan Luis Suarez.

Setelah mengalahkan Meksiko sebagai tim yang kurang berpengalaman, Uruguay menyingkirkan tuan rumah Argentina di perempat final.

Brasil yang juga gagal pada saat itu memberikan langkah mudah bagi Uruguay. Dua gol Suarez mengalahkan Peru di semifinal sebelum akhirnya mereka berhasil memukul Paraguay 3-0 di final yang dilangsungkan di Buenos Aries.


Inggris – Euro 1996

Kita semua akrab dengan Euro 1996 lewat gol Paul Gascoigne yang membuat Belanda meronta-ronta, serta Gazza yang berteriak dan patah hati saat melawan Jerman.

Pertandingan pembukaan melawan Swiss hampir dihapus dari sejarah. Tapi, pada sore yang panas di Wembley, Inggris menjadi sangat lemah setelah memimpin dan mungkin cukup beruntung untuk mempertahankan hasil imbang 1-1.

Inggris membuat awal yang lambat pada 1996 hingga 1990. Karena itu, para penggemar The Three Lions mengharapkan adanya perkembangan ketika Phil Foden dkk menjalani Euro 2020.

Rusia – Euro 2008

Rusia pasti mengkhawatirkan yang hal terburuk setelah 90 menit di Euro 2008. Kehilangan Andrei Arshavin karena skorsing, Rusia tampak lambat dan dapat diprediksi kalah 4-1 dari Spanyol. Karena belum pernah lagi melalui babak grup di turnamen besar sejak zaman Uni Soviet, segalanya tampak suram.

Tapi, mereka memenangkan pertandingan berikutnya melawan Yunani sebelum menyingkirkan Swedia dengan tampilan sepakbola yang mengalir.

Ini berlanjut ke perempat final melawan Belanda, di mana Arshavin menampilkan salah satu penampilan terbaik dalam kariernya hingga Rusia menyingkirkan salah satu favorit itu dengan kemenangan 3-1.

Spanyol bertanding dengan mereka untuk kedua kalinya di semifinal dengan setengah dari tim Rusia merupakan pemain dari klub Liga Premier. Mereka tidak pernah cukup baik lagi sejak saat itu.