Kisah Hidup Giorgio Squinzi, Silvio Berlusconi-Massimo Moratti ala Sassuolo

"Dia pemilik Mapei yang jadi sponsor Sassuolo. Mengongkosi Sassuolo puluhan miliar rupiah sejak dari Serie C1 (kasta ketiga)."

Biografi | 04 November 2020, 09:19
Kisah Hidup Giorgio Squinzi, Silvio Berlusconi-Massimo Moratti ala Sassuolo

Libero.id - Tidak perlu terkejut melihat Sassuolo ada di posisi 2 klasemen sementara Serie A musim ini dengan 14 poin dari 6 pertadingan atau tertinggal 2 poin dari sang pemuncak klasemen AC Milan serta unggul 2 poin dari juara bertahan Juventus.  

Meski hanya sementara, 4 kemenangan yang didapatkan pasukan Roberto de Zerbi atas Spezia, Crotone, Bologna, dan Napoli tidak bisa dipandang sebelah mata. Begitu pula dengan skor imbang melawan Cagliari dan Torino. Faktanya, Sassuolo menjadi satu dari tiga tim selain Milan dan Juventus yang belum pernah kalah musim ini.

Selain itu, performa stabil memang sudah ditunjukkan I Neroverdi sejak kembali ke Serie A 2013/2014. Mereka tidak pernah lagi kembali ke Serie B, meski hanya berada di papan tengah dalam 7 musim terkini.

Lalu, apa kuncinya? Jika Milan sempat memiliki Silvio Berlusconi dan Inter Milan punya Massimo Moratti, Sassuolo tidak mungkin dilepaskan dari Giorgio Squinzi. Sosok yang menghembuskan napas terakhir pada 2 Oktober 2019 itu adalah orang yang membangun Sassuolo dari Serie C2 (Divisi IV).

Squinzi adalah pemilik Mapei sekaligus mantan presiden Sassuolo. Dalam jangka waktu yang tidak singkat, dia membuat Sassuolo dikenal banyak penggemar sepakbola di Italia, Eropa, hingga ke seluruh dunia.

Ketika pertama kali datang pada 2002, Sassuolo masih berkompetisi di kasta keempat sepakbola Italia. Dengan kesabaran tingkat dewa, Squinzi dan para pembantunya membenahi Sassuolo dari segala aspek. Bukan hanya teknis dan infrastruktur klub, melainkan juga  manajerial.

Pelan dan pasti hasil kerja Squinzi mulai terlihat. Dimulai ketika Sassuolo berada di Serie B 2008/2009 setelah dua musim menghabiskan petualangan di Serie C1 (Lega Pro Prima Divisione).

Uniknya, saat promosi, Sassuolo dipimpin Massimilano Allegri. Berkat kesuksesan membesut I Neroverdi, karier Allegri melejit. Setelah dipinang Cagliari, Allegri melanjutkannya dengan melatih Milan sebelum sukses dengan Juventus. Saat itu, posisi yang ditinggal Allegri ditempati Andrea Mandorlini.

Saat naik kasta, Squinzi menduga Serie B akan mudah dilalui. Tapi, pada kenyataannya kompetisi level kedua itu sangat ketat dan dengan kekuatan tim yang merata. Meski merekrut beberapa pemain berkualitas seperti Andrea Poli dan Marco Andreolli, Sassuolo  belum sanggup promosi di kesempatan pertama.

Kegagalan demi kegagalan menghantui Sassuolo selama 5 musim. Mereka tidak patah semangat dan terus berusaha hingga kesempatan yang dinanti-nantikan Squinzi sejak 2002 akhirnya datang.

Di bawah asuhan Eusebio di Francesco, Sassuolo menatap Serie B 2012/2013 dengan optimisme tinggi. Mereka tampil superior sejak kick-off. Hasilnya, pada akhir musim, I Neroverdi meraih total 85 poin dari 42 pertandingan. Jumlah itu berarti mereka berhak menjuarai Serie B plus selembar tiket otomatis ke Serie A untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Setelah menjalani agenda pramusim dengan bagus, petualangan baru dimulai Sassuolo di Serie A 2013/2014. Mereka tidak hanya menjadi klub pendatang baru, melainkan menjelma menjadi salah satu kuda hitam yang diwaspadai para penghuni papan atas. Di musim perdana, mereka finish di posisi 17.

Tidak putus asa dengan hasil itu, mereka berbenah di musim-musim berikutnya. Puncaknya, pada 2015/2016. Saat itu, Sassuolo untuk pertama kalinya mendapatkan kesempatan bermain di Liga Eropa setelah menempati posisi 6 di belakang Juventus, Napoli, AS Roma, Inter dan Fiorentina.

"Saat pertama kali saya berbicara dengan Presiden (Squinzi), saya merasakan optimisme. Dia membantu tim ini bertransformasi dari klub kecil menjadi peserta Serie A," ucap De Zerbi dalam sebuah kesempatan, dikutip Football Italia.

Sebagai pengusaha jasa konstruksi, Squinzi sangat peduli dengan infrastruktur klub, selain memperbaiki materi pemain. Dia membeli Stadio Citta del Tricolore dari pemerintah daerah Reggio Emilia. Stadion berkapasitas 23.717 tempat duduk itu direnovasi, disulap untuk memenuhi standar UEFA, dan diganti namanya menjadi Mappei Stadium.

Sebagai pemilik Sassuolo, Squinzi dan Mappei mengelontorkan 18 juta euro per tahun untuk sponsorship. Musim lalu, jumlah itu lebih banyak dari Juventus yang mendapatkan 17 juta euro dari Jeep.

Setelah Squinzi meninggal, Mappei dan Sassuolo kini dikendalikan anak-anak dan menantunya. Marco Squinzi dan Veronica Squinzi mengambil alih perusahaan sebagai CEO. Marco, Veronica, dan Simona Giorgetta juga menjadi anggota dewan direksi yang diketuai Laura Squinzi.

Mimpi putra-putri dan menantu Squinzi tetap sama dengan sang ayah, yaitu mencicipi kesempatan bermain di Liga Champions. Mimpi itu diyakini banyak orang akan terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama.

"Mereka (Sassuolo) tim yang bagus. Jika mampu bertahan hingga musim dingin, saya rasa mereka akan bisa mendapatkan hasil yang baik di akhir musim," kata Gennaro Gattuso seusai memimpin Napoli dikalahkan Sassuolo, akhir pekan lalu, dilansir Sky Sports Italia.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network