Kisah Ali Al-Habsi, Pegawai Pemadam Kebakaran yang Jadi Kiper Hebat

"Berasal dari Oman, dia berhasil menjadi kiper berpengaruh di Liga Premier. 15 tahun berkarier di Eropa. Seorang muslim yang taat."

Biografi | 25 November 2020, 09:04
Kisah Ali Al-Habsi, Pegawai Pemadam Kebakaran yang Jadi Kiper Hebat

Libero.id - Sangat jarang ada pemain dari Asia yang mampu berkarier lama di Eropa. Meski bukan di klub besar, ada seorang kiper dari Oman yang sanggup bertahan 15 tahun di Benua Biru. Dia adalah Ali Al-Habsi.

Al-Habsi bukan nama yang populer layaknya Hidetoshi Nakata, Sunsuke Nakamura, Ali Daei, Son Heung-min, Park Ji-sung, atau Keisuke Honda. Dia juga bukan pemain dari negara besar sepak bola di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, China, atau Iran. Posisinya juga tidak mengharuskan suporter memberikan pujian berlebihan.

Namun, untuk urusan bermain sepakbola di Eropa, Al-Habsi layak mendapatkan acungan dua jempol. Pria yang baru pensiun pada akhir musim 2019/2020 itu pantas dijadikan panutan untuk banyak pemain muda dari Asia yang bermimpi bermain di negara-negara anggota UEFA.

Di usia 22 tahun, Al-Habsi datang ke Eropa untuk mencoba peruntungan sebagai pesepakbola profesional. Pada 2003, dia bermain di Norwegia bersama Lyn Oslo. Penjaga gawang berpostur 193 cm tersebut bergabung dari klub lokal di kampung halamannya, Al-Nasr.

Sebagai anak muda yang sama sekali buta dengan kultur Skandinavia, mental Al-Habsi  sangat bagus. Selama 3 musim bermain di Liga Norwegia itu, pria kelahiran 30 Desember 1981 tersebut bermain pada 62 pertandingan atau total 73 kali pada semua ajang. Dia sempat membantu Lyn menjadi runner-up Liga Norwegia 2004.

Berkat penampilan gemilang di Lyn, Al-Habsi mendapatkan tawaran bermain di Inggris bersama Bolton Wanderers. Tapi, transfer pada Januari 2006 itu disorot dalam laporan penyelidikan pada Juni 2007. Laporan tersebut menyatakan keprihatinan karena konflik kepentingan yang jelas antara agen Al-Habsi, Craig Allardyce, dengan ayahnya, Sam Allardyce, nakhoda Bolton.

Sayang, Al-Habsi kurang bersinar di Reebok Stadium. Dia sama sekali tidak bermain pada musim pertama. Debutnya baru hadir pada 2007/2008. Jika ditotal, dia hanya merumput 10 kali di Liga Premier selama 4 musim.

Sadar tidak akan berkembang di Bolton, Al-Habsi meminta dipinjamkan ke Wigan Athletic selama satu musim pada 2010/2011. Lalu, statusnya dipermanenkan The Latics dengan transfer 4 juta pounds. Tim pelatih dan manajemen Wigan ternyata puas dengan performa kiper berkepala plontos itu.

Ternyata, keputusan Al-Habsi tidak salah. Bersama Wigan, dia mulai dikenal secara luas ke seantero dunia. Al-Habsi membuktikan dirinya sebagai penghalau penalti yang hebat di Inggris. Dia menyelamatkan sekitar 50% dari semua penalti yang dihadapi sejak bergabung dengan Wigan. Korban-korbannya termasuk Robin van Persie, Carlos Tevez, Javier Chicharito Hernandez, hingga Mikel Arteta.

Al-Habsi semakin dipuja saat membantu Wigan mendapatkan Piala FA 2012/2013. Saat itu, The latics secara mengejutkan mampu mengalahkan Manchester City 1-0 di Wembley. Itu satu-satunya gelar Al-Habsi di Inggris.

Dari Wigan, Al-Habsi sempat bermain untuk Brighton and Hove Albion dengan status pinjaman sebelum akhirnya membela Reading selama 2 musim. Pada 2017-2019, Al-Habsi sempat membela Al-Hilal. Hasilnya, gelar juara Liga Arab Saudi 2017/2018 dan Piala Super Arab Saudi 2018.

Sebenarnya, ketika bermain di Al-Hilal, Al-Habsi sudah memikirkan pensiun. Tapi, ada tawaran datang lagi dari Inggris, yaitu West Bromwich Albion. Meski hanya akan menjadi cadangan, dia bersedia bermain di Championship Division selama 1 musim.

"Saya punya banyak memori indah di Inggris. Tempat ini selalu mengoda hati saya untuk kembali. Saya selalu mengatakan ingin bermain di Inggris hingga pensiun. Kini, saya kembali. Apakah saya akan bermain sampai pensiun? Saya tidak tahu. Kita lihat saja nanti di akhir kontrak saya,” kata Al-Habsi, dilansir Muscat Daily.

Pernyataan Al-Habsi benar-benar dibuktikan. Di akhir musim 2019/2020 dia pensiun sebagai pemain West Brom. Keputusan itu ditangisi warga Oman karena Al-Habsi adalah pemain terbaik yang pernah dilahirkan negara itu.

"Setelah bertahun-tahun saya mendapat kehormatan mewakili sejumlah klub, hari ini (21 Agustus 2020) saya mengumumkan akhir karier saya sebagai pemain sepakbola. Saya mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua orang yang telah mendukung saya sepanjang karier saya. Saya ingin melanjutkan pelayanan saya yang berkelanjutan ke negara saya dari lokasi lain," ungkap Al-Habsi, dikutip Wigan Today.

Setelah pensiun, Al-Habsi tidak ingin berkarier di sepakbola. Dia ingin mewujudkan cita-citanya di masa muda untuk menjadi penyelamat. Di Oman, Al-Habsi mendirikan organisasi sosial bertajuk "Safety First". Itu adalah LSM yang bertujuan untuk membantu dan mengurangi angka kecelakaan jalan raya di Oman yang tinggi.

Dasar pemikiran Al-Habsi sangat sederhana dan unik. Sebelum bermain sepakbola profesional, dia adalah petugas pemadam kebakaran di Seeb International Airport, Muscat. Saat itu, dia baru lulus SMA. Sambil bermain sepakbola, Ali Al-Habsi menjadi petugas pemadan kebakaran.  

“Menjadi petugas pemadam kebakaran membantu saya tenang, fokus, dan bekerja dengan aman. Itulah yang menjadi pegangan saya ketika bermain sebagai kiper. Di bawah mistar gawang, anda harus tenang, terkontrol, dan tidak emosional. Kiper yang baik adalah yang bisa mengendalikan situasi," pungkas Al-Habsi.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network