Media Papan Atas Jerman ini Soroti Sepakbola Indonesia

"Mari dukung perkembangan sepakbola Tanah Air."

Analisis | 08 June 2022, 06:27
Media Papan Atas Jerman ini Soroti Sepakbola Indonesia

Libero.id - Sejak dulu, kualitas sepakbola Indonesia dikenal masih di bawah rata-rata. Jangankan di level dunia, Indonesia sendiri masih belum bisa mendominasi level Asia.

Jika dibandingkan China, duo Korea, hingga Jepang yang sudah beberapa kali lolos Piala Dunia, Indonesia masih jauh tertinggal.

Namun, sejak pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, menjadi pelatih timnas Indonesia sejak 2019, skuad Garuda memiliki harapan baru untuk memulai dominasi mereka di sepakbola Asia. Pelatih berusia 51 tahun itu dengan intens mencoba membangun generasi baru sepakbola di Indonesia.

Dan, baru-baru ini, sepakbola Tanah Air mulai menjadi sorotan media-media luar. Salah satunya media papan atas Jerman www.dw.com menyoroti perkembangan sepakbola Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong.

Apa saja yang di bahas? Mari simak ulasan berikut.

Indonesia yang memiliki populasi lebih dari 200 juta jiwa, tetapi relatif kurang berprestasi dalam sepakbola. Berbeda jika dibandingkan dengan India dan China sering kali menjadi negara yang paling disorot.

Namun, sebenarnya label itu lebih baik diterapkan di Indonesia. Negara dengan populasi lebih kecil (ketimbang India dan China), tapi memiliki masyarakat yang sangat fanatik terhadap sepakbola.

"Indonesia tidak pernah maju melampaui babak penyisihan grup di Piala Asia," ujar Shin Tae-yong kepada awak media.

"Jika kita berhasil kali ini, itu akan memiliki arti besar bagi negara," pungkas pria berusia 51 tahun itu.

Mantan pemain Queensland Roar itu adalah salah satu pelatih paling terkenal di Asia. Dia pernah memimpin klub raksasa Korea Selatan, Seongnam FC, meraih gelar Liga Champions Asia 2010 sekaligus dikenal dunia sebagai pelatih yang sukses membawa Korea Selatan meraih kemenangan atas Jerman di Piala Dunia 2018.

Tantangan Tae-yong berikutnya dalam melatih skuad Garuda muda adalah lolos kualifikasi untuk Piala Asia 2023, putaran ketiga yang akan berlangsung pada Rabu (8/6/2022).

Tentu saja, itu tidak mudah bagi Indonesia yang masih duduk di peringkat 159 dunia, dan berada di grup yang sulit. Mereka diperkirakan akan finis di atas Nepal, tetapi Yordania, peringkat 91, dan Kuwait, peringkat 146, akan memberikan lawan yang lebih keras, terutama karena pertandingan akan berlangsung di Kuwait.

"Kami tahu bahwa Yordania dan Kuwait dipandang sebagai dua tim terkuat di grup ini, tetapi kami semakin stabil dan percaya diri. Saya yakin kami bisa lolos,” kata Shin saat wawancara.

Pengaturan Skor Hingga Hooliganisme

Di masa lalu, masalah di luar lapangan membuat sepakbola Indonesia sulit berkembang. Nurdin Halid adalah poster boy di Asia untuk semua yang salah dengan tata kelola sepakbola di Indonesia.

Politisi itu adalah presiden federasi sepak bola negara itu, yang dikenal secara lokal sebagai PSSI, dari 2003 hingga 2011. Tetapi, dia dipenjara pada 2004 setelah dituduh terlibat dalam skandal distribusi minyak goreng. Meski berada di balik jeruji besi, Nurdin tetap menjalankan organisasi sepakbola di Tanah Air. Lucu bukan?

Setelah pemecatannya pada 2011, sepakbola Indonesia mengalami perang saudara dengan dua federasi, liga, dan tim nasional yang saling bersaing. Hingga FIFA melarang negara itu dari sepakbola internasional periode 2014 hingga 2016.

"Terlalu banyak orang yang terlibat dalam menjalankan permainan yang memiliki agenda mereka sendiri. Masih ada masalah, tetapi situasinya telah membaik dan fokusnya sekarang adalah pada sepakbola" ujar seorang pejabat PSSI kepada DW.

Itu perlu, tetapi ada masalah lain yang masih perlu ditangani. Rumah bagi budaya penggemar yang dinamis dan adegan ultra, Indonesia juga memiliki insiden hooliganisme sepak bola tertinggi di Asia.

Menurut Save Our Soccer, 74 penggemar pernah tewas akibat kekerasan terkait sepakbola sejak 1994.

Pengaturan pertandingan juga telah menjadi masalah yang sudah berlangsung lama, dengan enam pemain diskors karena mencoba memanipulasi hasil baru-baru ini pada November 2021.

Pada 2019, beberapa pejabat PSSI, termasuk ketua sementara PSSI, Joko Driyono, ditangkap.

Generasi Baru dan Harapan Baru

Namun, kini PSSI dan sepakbola Indonesia telah berganti rezim.

"Kami mendapat banyak dukungan dari PSSI. Sejak saya bergabung, kami sudah mengalihkan fokus kami ke generasi muda," kata Shin Tae-yong.

Pada pergelaran Piala AFF 2020, skuad Garuda sukses mencapai final dan Indonesia melakukannya dengan pemain yang rata-rata usianya baru 23 tahun, tiga tahun lebih muda dari tim pemenang, Thailand.

“Rata-rata usia pemain di timnas kurang lebih tujuh tahun lebih muda dari sebelumnya. Masing-masing pemain memiliki keterampilan yang baik dan mereka menikmati bermain, tetapi mereka membutuhkan mentalitas yang lebih kuat," tambahnya.

Asisten Pelatih Tae-yong, Dzenan Radoncic, percaya memasukkan mentalitas yang lebih kuat di sepakbola Indonesia adalah kuncinya.

"Pemain Indonesia tenang dan memiliki kepribadian yang santai. Saya percaya itu datang dari iklim dan budaya. Saya terus meminta mereka untuk ketahanan dan agresi selama 90 menit dan tidak mundur selama pertandingan, bahkan jika mereka kalah," kata pria asal Serbia itu.

"Kami mencoba mengubah pola pikir. Para pemain perlu didorong. Mereka nyaman bermain di Indonesia, tetapi kami ingin membuat mereka lebih internasional," tambahnya.

Salah satu caranya adalah dengan mencari pemain Eropa yang layak bermain untuk Indonesia melalui hubungan keluarga. Elkan Baggott, misalnya. Dia lahir di Bangkok dari ayah Inggris dan ibu Tionghoa-Indonesia.

Bek berusia 19 tahun ini tumbuh besar di Jakarta, tetapi pindah ke Inggris saat berusia sembilan tahun. Dia saat ini bermain untuk Ipswich Town di divisi tiga. Baggott memilih untuk mewakili Indonesia di kancah internasional dan kini sedang mempersiapkan diri untuk kualifikasi Piala Asia 2023.

"Saya hanya beristirahat sebentar sebelum datang ke sini, tapi kondisiku semakin membaik," kata Baggot.

Selain Baggot, Indonesia juga ingin menaturalisasi pemain Spanyol Jordi Amat dan mantan pemain muda Belanda, Sandy Walsh.

Piala Dunia U-20

Tahap penting dalam perkembangan Indonesia akan terjadi tahun depan ketika negara tersebut menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, turnamen global pertama yang diadakan di negara yang kadang-kadang disebut sebagai "Brasil Asia".

"Itu berarti kami memiliki banyak pertandingan dan pelatihan dan ada lebih banyak investasi, ini perlu karena infrastruktur adalah masalah. Lapangannya tidak bagus dan ini perlu ditingkatkan," kata Radoncic.

Ini juga berarti tim U-20 akan tampil di pentas global untuk pertama kalinya sejak 1979. Tim senior masih jauh dari itu, tetapi jika mereka bisa lolos ke Piala Asia, maka akan memberikan motivasi serta optimistis kepada masyarakat Indonesia.

"Kami menantikan tantangan itu, kami meningkat dan ini adalah kesempatan untuk melihat seberapa banyak," cetus Tae-yong.

(atmaja wijaya/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network