Paulo Fonseca, Calon Pelatih Spurs yang Fanatik Zorro

"Fonseca punya pengalaman miris saat kanak-kanak."

Feature | 18 June 2021, 13:52
Paulo Fonseca, Calon Pelatih Spurs yang Fanatik Zorro

Libero.id - Manajemen Tottenham Hotspur kabarnya akan mengumumkan Paulo Fonseca sebagai pelatih anyar. Kabar itu menjadi harapan para penggemar Spurs menyambut kompetisi 2021/2022.

Fonseca, mantan pelatih AS Roma, telah dikonfirmasi akan menjadi pelatih tim London Utara tersebut. Pelatih berusia 48 tahun itu dianggap figure tepat mengangkat pamor Spurs, termasuk dapat meyakinkan Harry Kane bertahan di Tottenham Hotspur Stadium.

Itu baru sebatas rencana. Yang jelas, Fonseca memiliki kehidupan unik sebelum dikenal sebagai salah satu pelatih top Eropa. Fonseca sempat hidup dalam kemiskinan di Mozambik, Afrika, meski dirinya memiliki paspor Portugal.

Seperti kebanyakan anak-anak lainnya, dia juga memiliki idola yang dianggapnya sebagai pahlawan. Fonseca sangat menyukai serial film Zorro, bahkan dirinya seringkali berdandan ala pahlawan bertopeng itu saat kanak-kanak.

Hebatnya pada 2017, Fonseca pernah muncul dalam balutan kostum karakter pahlawan idola pada konferensi pers saat bertanggung jawab melatih Shakhtar Donetsk.

Setahun kemudian, dia menikahi wanita yang sangat dicintainya, Katerina Ostroushko, yang terpaut 18 tahun lebih muda darinya.

Hidup di Afrika

Fonseca lahir di Nampula, Mozambik, pada 1973, atau dua tahun sebelum koloni Afrika itu memperoleh kemerdekaannya dari penjajahan Portugal.

Keluarganya tinggal di Afrika sampai dia berusia 14 tahun, kemudian pindah ke Barreiro, kota berpenduduk hanya 80.000 orang di dekat Lisbon.

Di sanalah Fonseca mulai tertarik pada sepakbola. Dia begitu menikmati tahun-tahun terbaiknya sebagai pemain profesional untuk klub lokal, FC Barreirense.

Di samping kecintaannya pada permainan sepakbola, Fonseca masih tetap terobsesi dengan acara TV favoritnya, Zorro.

Dibuat pada 1950-an, serial ini mengikuti petualangan Don Diego de la Vega, yang menentang tiran korup California Selatan sebagai pendekar pedang bertopeng menunggang kuda Phantom dan Tornado, bersama sidekick Bernardo.

Sebagai anak muda, Fonseca sering berdandan seperti Zorro. Dan itu adalah sesuatu yang akan dia ulangi di masa tuanya.

Zorro yang Kembali

Kisah Fonseca berdandan ala Zorro sempat diutarakan Fonseca jika Shakhtar lolos dari babak sistem gugur Liga Champions pada 2017. Fonseca menyatakan dia akan mengenakan kostum lengkap Zorro.

Keinginan itu dilontarkan Fonseca karena Shakhtar berada di grup sulit bersama Manchester City, Napoli, dan Feyenoord. Itu menjadi tugas yang menakutkan.

Namun, setelah mengalahkan Man City, Fonseca berhasil membawa Shakhtar menempati posisi runner-up sekaligus berhak tampil di fase selanjutnya. Fonseca kemudian menepati kata-katanya.

Dia mengenakan kostum untuk konferensi pers pasca-pertandingan Shakhtar dengan senyum lebar di wajahnya. "Itu adalah pakaian favorit saya sebagai seorang anak," jelasnya kepada wartawan. "Sebagai seorang anak kami miskin, dan jika Anda miskin Zorro adalah topeng termudah untuk dibuat untuk Karnaval."

Permainan Anak Muda

“Saya bersedia untuk menikahi wanita yang sangat dicinta dalam hidup ini. Wanita cantik itu asal Ukraina, Katerina,” kata Fonseca pada 2018.

Dia adalah mantan sekretaris pers pemilik Shakhtar, Rinat Akhmetov, sebelum dia berhenti dari pekerjaannya dan pindah ke Roma ketika Fonseca ditawari posisi di Serie A.

Mereka bertemu setahun sebelum pernikahan Lako Como yang romantis dan intim di depan teman dan keluarga, yang terbang dari Portugal ke Ukraina.

Pasangan glamor, yang sering terlihat mesra dalam foto bergaya di Instagram-nya, menyambut seorang putra pada 2019.

Fonseca sebelumnya menikah dengan Sandra, dan pasangan itu memiliki dua anak bersama. "Dia sangat mencintai ketiga anaknya, dia ayah yang ideal," katanya kepada publikasi Italia Wedding Industry Academy.

"Dia menghabiskan setiap menit yang dia miliki dengan Martin, yang tergila-gila pada ayahnya dan terkadang saya merasa cemburu."

Kemampuan Kepelatihan

Fonseca mengawali karier sebagai pesepakbola profesional yang sebagian besar bermain di divisi kedua dan ketiga. Fonseca bermain sebagai bek tengah bersama CF Os Belenenses dan CS Maritimo hingga pensiun di usia 32 tahun.

Setelah itu, Fonseca bergelut dengan dunia kepelatihan. Dia menghabiskan dua tahun dengan tim muda Estrela de Amadora. Dalam waktu singkat berkat kerja kerasnya, dia menjelma menjadi pelatih ambisius hingga sukses mencetak pekerjaan besar pertamanya di FC Pacos de Ferreira pada 2012. Itu terwujud setelah mantra yang sukses di tim divisi kedua CD Aves.

Dia membimbing klub ke posisi ketiga di papan atas Portugal, yang berarti Pacos lolos ke Liga Champions pertama mereka. Fonseca juga pernah menangani FC Porto dan capaian terbaiknya adalah mempersembahkan Piala Super Portugal 2013. Sayang, dia dipecat manajemen Porto beberapa bulan sebelum musim berakhir.

Dia kemudian kembali ke Pacos sebelum mencetak pertunjukan besar lainnya di Braga, yang dia pimpin ke posisi keempat dan memenangkan piala domestik - memenangkan pujian untuk permainan menyerang mereka.

Menuju Ukraina dengan Cinta

Antara 2016 sampai 2019, Fonseca menikmati tahun-tahun paling suksesnya dalam karier kepeltihannya saat bertugas di Shakhtar Donetsk.

Rekornya berbicara untuk dirinya sendiri. Dalam tiga musim di sana, dia memenangkan gelar ganda untuk tim raksasa Ukraina itu setiap waktu.

Sementara di Liga Champions, Shakhtar berhasil lolos ke babak 16 besar selama musim 2017/2018.
Sekali lagi, banyak pujian datang kepada Fonseca untuk cara bermain timnya yang ekspansif dan tak kenal takut.

Sepak bola berbasis penguasaan bola adalah kunci kesuksesannya - dengan pemain bertahan bermain di garis tinggi dan bek sayap mendorong ke depan. Dia akan segera menyambut pekerjaan terbesar dalam hidupnya.

Karirnya di Roma

Setelah mencapai semua yang dia bisa di Shakhtar, Fonseca ditawari kesempatan untuk melatih di Serie A, sebuah kesempatan besar yang tidak mungkin dia tolak.

Selama masa kariernya di Roma, dia menemukan keterbatasannya dalam mengelola posisi defensif. Secara keseluruhan, tim Roma asuhannya kebobolan 139 gol dalam 102 pertandingannya sebagai pelatih.

Tapi, tahun pertamanya agak sukses, di mana dia memimpin Roma ke urutan kelima di liga.
Tersingkir di babak 16 besar Liga Europa dapat dimaafkan, mengingat mereka kalah dari pemenang akhirnya Sevilla.

Namun, tahun berikutnya, dengan pemilik baru Grup Friedkin yang menjalankan segalanya, itu menjadi lebih sulit bagi Fonseca.

Berjuang di liga, dan tampak tidak mungkin untuk mencapai target kualifikasi Liga Champions di dalam kondisi penuh tekanan, namun takdir baik masih bersamanya, karirnya disematkan pada perjalanan Liga Europa yang sukses hingga 16 besar.

Roma memang kalah dari Manchester United, kemudian manajemen mengumumkan kepergiannya dari Roma. Ironisnya, kepergian Fonseca menjadi jalan terbaik untuk mantan pelatih Spurs, Jose Mourinho.

Fonseca sekarang menjadi pria yang penuh pengalaman yang perlu panggung terbaik untuk membuktikan dirinya. Dia harus membuktikan tugas barunya dengan membuat Spurs kembali ke performa terbaiknya setelah musim yang mengecewakan. Dia mungkin harus melakukannya tanpa Harry Kane di musim baru Premuer League tahun ini.

Namun, ingat idolanya adalah pahlawan bertopeng Zorro. Siapapun orangnya, dia akan menyerupai sosok yang dia cintai. Begitupun dalam hak karakter, Fonseca memikiki mental seperti Zorro yang selalu siap bertarung.

(muhammad alkautsar/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network