Kisah Dalkurd Fotbollsforening, Klub Milik Pengungsi Kurdi di Swedia

"Populasi Kurdi diperkirakan 30-45 juta. Jumlah itu berarti mereka menjadi etnis grup terbesar di dunia yang tidak memiliki negara sendiri."

Feature | 18 December 2020, 06:43
Kisah Dalkurd Fotbollsforening, Klub Milik Pengungsi Kurdi di Swedia

Libero.id - Kurdi adalah salah satu etnis di dunia yang tidak memiliki negara sendiri. Warga Kurdi merantau dan menjadi imigran di berbagai negara Eropa, Amerika, hingga Australia. Bahkan, di Swedia, mereka memiliki klub sepakbola sendiri.

Kelompok etnis ini berasal dari wilayah pegunungan di Asia Barat yang dikenal sebagai Kurdistan, yang membentang di tenggara Turki, Iran barat laut, Irak utara, dan Suriah utara. Ada eksklaf Kurdi di Anatolia Tengah, Khorasan, dan Kaukasus, serta komunitas diaspora Kurdi yang signifikan di kota-kota Turki barat (khususnya Istanbul) dan Eropa Barat (terutama di Jerman).

Kurdi berbicara Bahasa Kurdi dan Bahasa Zaza-Gorani, yang termasuk dalam Bahasa Iran cabang Iran Barat dalam rumpun bahasa Indo-Eropa. Mayoritas Kurdi menganut aliran Shafi'i Islam Sunni. Tapi, sejumlah besar mempraktikkan Syiah dan Alevisme. Ada pula penganut Yarsanisme, Yazidisme, Zoroastrianisme, hingga Kristen.

Populasi Kurdi diperkirakan 30-45 juta. Jumlah itu berarti mereka menjadi etnis grup terbesar di dunia yang tidak memiliki negara sendiri. Di Irak Utara, etnis Kurdi diberi otonomi pemerintahan sendiri dengan label Iraqi Kurdistan.

Sebenarnya, setelah Perang Dunia I dan kekalahan Kekaisaran Ottoman, pembentukan negara Kurdi masuk dalam Perjanjian Sevres 1920. Tapi, janji itu dilanggar 3 tahun kemudian ketika Perjanjian Lausanne menetapkan batas-batas Turki modern dan tidak memuat lokasi negara Kurdi.

Dampak dari kebijakan politik dunia ketika itu membuat orang-orang Kurdi seperti gelandangan. Mereka berpindah dan menyebar ke seluruh dunia agar mendapatkan kehidupan yang layak. Sebab, di bawah pemerintahan Turki, Suriah, Irak, atau Iran, mereka berada dalam ancaman penindasan.

Salah satu negara di Eropa yang kedatangan cukup banyak imigran Kurdi adalah Swedia. Berdasarkan sensus 2015, ada sekitar 83.600 orang Kurdi. Salah satu kota dengan komunitas Kurdi terbesar ada di Borlange. Di kota berpenduduk 51.000 itulah lahir klub sepakbola yang menjadi representasi Kurdi, yaitu Dalkurd Fotbollsforening.

Lahir pada 26 September 2004, Dalkurd awalnya merupakan proyek sosial untuk berkontribusi kepada kaum muda di Borlange, khususnya imigran dan pengungsi Kurdi. Program itu menawarkan kegiatan positif di olahraga, yang dibantu salah satu klub dari kota itu, IK Brage.

Pada musim pertama, skuad Dalkurd terdiri dari para pemain berusia rata-rata 17 tahun. Selain berkontribusi kepada para pemain muda, Ramazan Kizil selaku CEO Dalkurd memiliki harapan tinggi dari para pemain sepak bola muda tersebut. Dia ingin membawa Dalkurd ke level profesional di Liga Swedia.

Pelan dan pasti, harapan Kizil terwujud saat Dalkurd memenangkan setiap divisi yang diikuti sejak musim pertama pada 2005 hingga 2009. Karena kesuksesan yang tidak biasa ini, mereka mendapat banyak perhatian media, baik di Swedia maupun luar negeri.

Peningkatan grafik prestasi mampu mereka tunjukkan sejak 2015. Mereka promosi dari Divisi I (level ketiga di Liga Swedia). Mereka hanya membutuhkan dua musim untuk kembali mendapat promosi dari Superettan (level kedua) pada 2017. Lalu, pada 2018, Dalkurd bisa bermain di kasta tertinggi Swedia.

Saat bermain di kasta tertinggi, Dalkurd memilih untuk memindahkan operasional tim senior ke Uppsala, sekitar 140 km tenggara Borlange. Di tempat itu, mereka bermain di stadion baru Nya Studenternas IP. Pasalnya, stadion lama di Borlange tidak memenuhi syarat untuk berkompetisi di kasta elite.

Dalkurd juga memainkan pertandingan kandang di Gavlevallen Stadium, Gavle, sekitar 110 km utara Uppsala dan sekitar 110 kim timur Borlange). Jauhnya lokasi pertandingan kandang membuat Dalkurd ditinggal suporternya. Mereka memegang rekor kehadiran rata-rata terendah dalam sejarah Allsvenskan dan Superettan.

Akibatnya, sebagai pendatang baru, Dalkurd demam panggung. Menjalani 30 pertandingan, tim berseragam hijau tersebut hanya sanggup mengoleksi 26 poin dari 6 kemenangan, 6 skor imbang, dan 18 kekalahan. Poin mereka hanya tertinggal 6 dari IK Sirius di posisi 13 alias zona aman degradasi.

Degradasi ke kasta kedua tampaknya benar-benar memukul para pemain Dalkurd. Sempat bertahan di posisi 8 klasemen akhir Divisi II 2019, Dalkurd harus terjun bebas ke Divisi III pada 2020. Mereka hanya mampu menempati posisi 14 klasemen akhir. Itu adalah zona play-off.

Kesialan berlanjut ketika satu-satunya kesempatan untuk bertahan di Divisi II tidak mampu mereka manfaatkan. Menghadapi Landskrona BoIS, Dalkurd menyerah 1-3 secara agregat. Mereka kembali ke Divisi III untuk pertama kali dalam 5 musim.

Namun, bukan menang-kalah yang sebenarnya menjadi tujuan Dalkurd. Sepakbola mereka jadikan alat untuk memupuk nasionalisme Kurdi bagi anak-anak muda keturunan Kurdi di Swedia. Ada motif politik untuk mempromosikan hak Kurdi sebagai bangsa untuk membentuk sebuah negara merdeka.

Hal itu bisa dilihat dari atribut-atribut yang digunakan suporter Dalkurd. Mereka menggunakan bendera Kurdistan yang berwarna hijau-putih-merah dengan matahari kuning di tengahnya. Dukungan untuk para pemimpin Kurdi yang ada di penjara-penjara Turki juga jamak dikumandangkan.

Impian para pemain Dalkurd keturunan Kurdi adalah bermain di Piala Dunia. Bukan mewakili Swedia, melainkan Kurdistan.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network