5 Fakta Rivalitas Pep Guardiola dan Juergen Klopp, Musuh Bebuyutan

"Manchester City akan menjamu Liverpool Minggu malam. Secara tradisional kedua tim tidak bermusuhan sebelum datang Klopp dan Guardiola."

Feature | 08 November 2020, 06:02
5 Fakta Rivalitas Pep Guardiola dan Juergen Klopp, Musuh Bebuyutan

Libero.id - Manchester City akan menjamu Liverpool di Etihad Stadium, Minggu (8/11/2020) malam WIB. Secara tradisi, The Citizens dan The Reds tidak memiliki sejarah permusuhan. Tensi panas baru tercipta saat Pep Guardiola dan Juergen Klopp menjadi pelatih.

Dua tim terbaik Liga Premier dalam tiga musim terakhir akan berduel. Setelah 2018/2019 Man City juara, Liverpool membalas pada 2019/2020. Artinya, 2020/2021 akan menjadi musim pembuktian siapa yang lebih stabil.

Liverpool datang dengan modal lebih baik seusai meraih 5 kemenangan dan 1 skor imbang dari 7 pertandingan. Sedangkan Man City punya 3 kemenangan dan 2 kali imbang dari 6 pertarungan. Perbedaan hasil itu membuat The Reds dan The Citizens terpisah cukup jauh di klasemen. Liverpool punya 16 poin atau unggul 5 poin dari Man City.

Laga nanti diprediksi ketat karena kedua tim sedang bermasalah di lini pertahanan. Liverpool kehilangan Virgil van Dijk, sementara Man City belum terlihat solid. Hal itu didukung catatan musim lalu ketika tercipta 8 gol dalam dua pertemuan. Liverpool menang 3-1 di Anfield, yang dibalas Man City  4-0 di Etihad Stadium.

Namun, dari semua hal yang paling menarik adalah pertemuan Guardiola dan Klopp. Berkat dua pelatih papan atas Eropa tersebut Man City versus Liverpool jadi pertandingan Liga Premier yang dinantikan para penggemar sepakbola di setiap sudut bumi.

Berikut ini 5 fakta menarik rivalitas Guardiola dan Klopp di sepakbola dalam beberapa tahun terakhir:


1. Dimulai dari Bundesliga

Kedatangan Guardiola untuk mengambil alih kendali Bayern Muenchen setelah memenangkan tiga trofi pada 2012/2013 terjadi tidak lama setelah persaingan dengan Borussia Dortmund era Klopp mencapai puncaknya. Guardiola sengaja ditunjuk manajemen FC Hollywood untuk membuat Die Borussen tenggelam.

Dortmund dengan Klopp sebagai pelatih adalah pemenang mahkota Bundesliga berturut-turut pada 2010/2011 dan 2011/2012. Lalu, Bayern mengalahkan Dortmund di final Liga Champions 2012/2013.

Setelah Guardiola datang, Klopp semakin tidak berkutik. Penurunan terus berlanjut selama dua musim berikutnya. Dortmund berada dalam masalah degradasi di pertengahan 2014/2015 sebelum selama di akhir musim. Itu sekaligus menjadi musim terakhir Dortmund di Signal Iduna Park.

Uniknya, awal pekerjaan Guardiola di Bayern justru dikalahkan Klopp. Saat itu pada DFL-Supercup 2013 di Signal Iduna Park, Bayern menyerah 2-4. Tersengat kekalahan itu, Guardiola membuat kejutan penting dalam pertandingan liga pertama antara kedua tim pada 23 November 2013.

Bayern mematahkan tekanan Dortmund dengan memainkan Javi Martinez sebagai gelandang serang. Taktiknya, memberi pemain internasional Spanyol itu dengan bola-bola panjang. Hasilnya, Mario Goetze, Arjen Robben, dan Thomas Mueller membuat FC Hollywood unggul 3-0.

Di akhir musim, Bayern juga memenangkan DFB-Pokal setelah mengalahkan Dortmund di final. Setelah bermain imbang 0-0 selama 90 menit, Robben mencetak gol di menit 107 dan Muller (120+3).

Setelah musim membanggakan itu, Klopp tidak pernah bisa mengimbangi permainan menyerang Guardiola. Pelatih asal Spanyol itu menghadirkan trofi Bundesliga 2014/2015 dan 2015/2016, serta DFB-Pokal 2015/2016. Guardiola berpisah dengan Bayern pada 2016 untuk mengikuti jejak Klopp bermukim di Inggris beberapa bulan sebelumnya.


2. Berlanjut ke Liga Premier

Musim perdana Guardiola di Liga Premier tidak berjalan sesuai skenario. Mantan gelandang jangkar itu masih membutuhkan waktu adaptasi dan pemahaman yang cukup  tentang karakter sepakbola Inggris.

Situasi itu benar-benar dimanfaatkan Klopp. Bekerja di Anfield sejak 8 Oktober 2015 benar-benar menjadi keuntungan bagi pelatih asal Jerman itu. Setidaknya, dia sudah bisa memahami karakter lawan-lawan Liverpool. Klopp langsung membuktikannya ketika Liverpool mendapatkan kesempatan menjamu Man City, 31 Desember 2016.

Bermain dengan skema yang lebih taktis, Klopp membuat Guardiola pusing membongkar pertahanan Liverpool. Ketika Giorginio Wijnaldum berhasil mencetak gol cepat di menit 8, Guardiola mencari berbagai cara  untuk membongkar rapatnya pertahanan The Reds. Hasilnya, gagal. Hingga akhir laga, Liverpool tetap unggul 1-0.

Gagal mendapatkan poin pada pertemuan pertama, Guardiola memutar otak lebih keras pada pertandingan kedua di Etihad Stadium, 19 Maret 2017. Man City menyerang sejak kick-off. Tapi, justru Liverpool yang unggul 1-0 terlebih dulu melalui penalti James Milner pada menit 51.

Bayang-bayang kekalahan seperti di Anfield mulai ada di benak para pemain sebelum Sergio Aguero mencetak gol di menit 69. Skor akhir 1-1.


3. Drama menuju final Liga Champions

Sama seperti saat di Jerman, persaingan Guardiola dengan Klopp di Inggris tidak selalu menyangkut Liga Premier. Keduanya juga harus berjibaku di Liga Champions. Salah satu yang paling ikonik terjadi pada 2017/2018. Itu adalah musim ketika suporter Liverpool harus bersedih melihat kekalahan dari Real Madrid di Kiev akibat blunder Loris Karius.

Takdir harus mempertemukan Man City dengan Liverpool di perempat final. Posisi di klasemen Liga Premier membuat The Citizens diunggulkan menyingkirkan The Reds dari kompetisi antarklub paling bergengsi di dunia tersebut.

Hasil di lapangan ternyata berbeda 180 derajat. Pada leg I di Anfield, 4 April 2018, terlihat sangat jelas dominasi total Liverpool di semua sektor lapangan. Dalam waktu 31 menit sejak babak pertama kick-off, The Reds sudah tiga kali menjebol jala The Citizens lewat Mohamed Salah (12), Alex Oxlade-Chamberlain (21), dan Sadio Mane (31).

Tidak percaya dengan hasil itu, Man City mencoba membalas di Etihad Stadium, 10 April 2018. Tapi, skenario Guardiola tidak berjalan mulus. Setelah Gabriel Jesus mencetak gol cepat di menit kedua, Man City justru gagal mencetak skor. Sebaliknya, Salah dan Roberto Firmino membuat Liverpool unggul 2-1.

Meski gagal di Liga Champions, Man City mencatatkan hasil yang bagus di Liga Premier. Mereka juara setelah mengoleksi 100 poin. Man City unggul 25 poin dari Liverpool yang harus puas di posisi 4.


4. Musim yang semakin panas

Memasuki musim 2018/2019, Guardiola dan Klopp semakin sering menghiasi headline media-media olahraga di Inggris. Pemberitaan mereka mampu menghapus masalah-masalah yang sedang menimpa sejumlah rival domestik seperti Arsenal, Chelsea, hingga Manchester United. Hanya Tottenham Hotspur yang bisa mengimbangi pemberitaan terkait Man City dan Liverpool.

Di Inggris, 2018/2019 menjadi milik Man City. Mereka sukses mempertahankan gelar Liga Premier. Mereka mengalahkan Liverpool di klasemen akhir. The Citizens juara setelah mengoleksi 98 poin dari 38 laga. Sedangkan The Reds mengumpulkan 97 poin!

Selisih 1 poin ternyata membuat Liverpool marah. Mereka melampiaskannya dengan tampil garang di Liga Champions. Setelah sang juara bertahan Real Madrid disingkirkan Ajax Amsterdam, laju Liverpool untuk berada di laga puncak tidak terbendung. Dimulai dengan menyingkirkan Barcelona di semifinal, The Reds akhirnya mengalahkan Tottenham di final.

Sebaliknya, Man City kembali gagal. Mereka kandas di perempat final. Uniknya, tim yang mengalahkan The Citizens adalah Tottenham.


5. Momen bersejarah untuk Liverpool

Libero.id

Kredit: liverpoolfc.com

Musim 2019/2020 tidak akan mungkin dilupakan Klopp. Dia menjadi pelatih pertama yang mempersembahkan gelar juara liga era Liga Premier untuk Liverpool. Terakhir kali The Reds berpesta saat kompetisi masih berformat lama. Liverpool juara setelah mengalahkan Man City di klasemen akhir dengan selisih 18 poin.

Hanya saja kemenangan Liverpool tidak membuat Man City terlalu bersedih. Pasalnya, keinginan The Reds untuk menyamai atau melampaui rekor 100 poin The Citizens pada musim sebelumnya gagal terwujud. Itu gara-gara hasil imbang atas Burnley di pekan 35 dan kekalahan dari Arsenal pada pekan 36. Padahal, jika dua laga itu mereka menangkan, poin akhirnya menjadi 104!

Uniknya, baik Guardiola maupun Klopp sama-sama menganggap rivalitas hanya berlangsung 90 menit. Guardiola mendeskripsikan persaingan mereka sebagai "rivalitas yang indah". "Liverpool adalah tim terkuat yang pernah saya hadapi di karier kepelatihan saya," ucap Guardiola pada 2018, dilansir Give Me Sport.

Klopp membalas komentar Guardiola dengan elegan. Saat acara penghargaan FIFA Men's Coach of the Year 2019, Klopp memuji cara kerja Guardiola dan pasukannya. "Pep Guardiola. Apa yang bisa saya katakan? Dia memenangkan banyak trofi dengan timnya. Dia pelatih terbaik yang pernah saya hadapi di lapangan," ungkap Klopp pada 2019, dikutip Liverpool Echo.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network